Tuesday, January 29, 2013

Skyfall (Part 9)


***

Greyson terus mengayuh sepedanya, dan aku masih terus duduk dengan tidak nyamannya di besi ini. Kedua tanganku memegang erat gagang sepeda yang membuat sesekali tanganku bertemu dengan tangan miliknya, dan Greyson menaruh jemarinya di atas tanganku.
Ku rasa, kupu-kupu ini datang lagi.

Selang beberapa waktu, Greyson menghentikan kayuhannya kemudian menyuruhku turun. Kami berhenti di pinggir jalan yang membuatku berfikir, Inikah tempat mengagumkan yang Ia maksud?

“Bukan tempat ini yang ku maksud.” Ujarnya seakan bisa membaca pikiranku.

“Lalu?” Tanyaku.

“I need to close your eyes,” Ia berjalan ke belakang, lalu menutup kedua mataku perlahan. “..it would be a little surprice.”

Keningku mengernyit, dan membiarkan Greyson menutup kedua mataku dengan sebuah kain hitam.

“Kau sudah mempersiapkan ini?” Tanyaku.

“Menurutmu?” Balas Greyson dengan selingan tawa kecilnya. Aku mendesah panjang sambil menunggu Greyson yang masih menutup mataku.

Tak lama aku merasa tangannya bergerak melintasi pinggangku, nafas hangatnya menghempas rambutku perlahan. Ya Tuhan, mengapa kupu-kupu ini mudah sekali datang?!

“Hold my hand, kay?” Bisiknya tepat di dekat telingaku. Aku pun langsung menggenggam kedua tangannya perlahan. Telapak tangan lembutnya terasa jelas menyentuh telapak tangan milikku.

Greyson mulai menyuruhku untuk melangkahkan kaki dengan mata ditutup seperti ini. Awalnya aku sempat gugup, takut, dan bingung akan dibawa kemana oleh Greyson karena kami memang baru kenal.

Bagaimana kalau Greyson seseorang yang jahat dan berniat untuk menculikku? Oh konyol, aku dengan mudahnya mempercayai seseorang yang baru beberapa hari ku kenal.

“Tenang, aku tidak akan membawamu ke tempat yang aneh. Aku tidak akan menculikmu.” Bisiknya. Nafas hangatnya lagi-lagi membelai rambutku lembut.

“Aku mungkin liar di matamu, Ciel. Tetapi tenang, aku tidak akan memperlakukanmu kasar. Aku tidak akan berbuat hal yang tidak baik padamu.”

Sebuah senyum tiba-tiba muncul di wajahku, dan jemari tangannya terasa mengelus buku-buku jemariku lembut. Sama seperti saat aku duduk dengan tidak nyaman di sepedanya.
Tetapi sentuhannya saat ini lebih mengundang banyak kupu-kupu untuk bermain di perutku. Karena secara tak langsung Ia memelukku dari belakang.

Can I get a pause button for this?

***

“Tunggu di sini sebentar.”

Suara beratnya terdengar, dan jemari tangannya perlahan mulai pergi dari telapak tangannku. Aku hanya bisa berdiri dengan kedua mataku yang tertutup. Bahkan aku masih belum tahu sedang berada di mana dan kini Greyson memintaku untuk menunggu sejenak.

“Greyson? Huh..”

Aku mendesah panjang. Mungkin sudah hampir lima menit atau lebih aku berdiri mematung di sini. Rasanya ingin ku lepas ikatan kain ini dan melihat keadaan di depanku. Tetapi saat tanganku baru saja ingin melepas ikatan tali ini, seseorang merangkulku dari belakang.

“Tidak betah?”

Aku membeku mendengar suara khasnya. Oh, tidak-tidak. Mungkin aku lebih membeku karena setruman sentuhannya di pinggangku. Ya, mungkin itu yang lebih membuatku membeku.

Tangannya kembali bergerak pelan melepas pinggangku, kemudian membuka ikatan kain ini perlahan.

“Tunggu, jangan buka matamu dulu.”

Aku mengangguk pelan.
Kini sudah tidak ada lagi kain yang menutupi mataku, melainkan kedua telapak tangan lembutnya yang menggantikan.

“Di hitungan ketiga buka matamu perlahan, oke?”

Aku mengangguk lagi. Kemudian tangannya bergerak meninggalkan wajahku.

“Jangan buka matamu dulu. Tunggu aba-aba dariku.”

Aku kembali mengangguk.

“Satu..”

Ku rasakan nafas hangatnya membelai rambutku.

“Dua..”

Langkah kakinya kini terdengar menjauh, dan jantungku berdegup kencang tak sabar ingin melihat apa yang sudah Ia persiapkan untukku.

“Tiga!”

Maka ku buka mataku perlahan, dan kini sebuah hamparan rumput hijau terlihat jelas. Bunga-bunga menghiasi, dan sesekali beberapa burung mendaratkan dirinya di permadani hijau nan lembut ini.

Tetapi tidak ada Greyson di hadapanku. Oh, no this bad kid.

“Greyson?” Panggilku. Sesaat kemudian sebuah hembusan udara menerpa rambutku. Maka langsung ku berbalik badan.

“WHAT THE- OH MY GOD! YOU ARE SUCH A BAD KID YOU KNOW!”

Ku pukul badannya berkali-kali yang sedang meringis kesakitan. Topeng setan itu masih berada di wajahnya yang benar-benar membuatku jantungan.

“Stop, Ciel. Aww sakit kau tahu! Ciel stop haha no no Ciel please berhenti ku mohon it hurts..”

Akhirnya ku hentikan pukulan ini dan menatap matanya tajam. Terlihat Greyson yang sedang menepuk bekas pukulanku di tangannya masih dengan topeng gila itu di wajahnya.

“Sakit tahu.” Greyson mulai membuka topengnya, kemudian menata rambutnya dengan menghairflip.

Aku terdiam.
Bisakah adegan tadi diperlambat di saat helai-helai rambutnya bergerak?

“Hei!” Ia menepuk bahuku yang sontak membuatku kembali ke dunia nyata setelah berkhayal yang tidak-tidak.

“Kau menyebalkan, Greyson.” Ujarku lalu melangkahkan kaki ke depan. “Sangat amat me-”

Kalimatku terpotong.
Bukan, bukan karena Greyson berbicara.
Tetapi karena sebuah keindahan kecil di depan mataku.

Ku dengar Greyson melangkah kakinya mendekat, dan tangannya mendarat di bahuku. Merangkul dari samping.

“Lanjutkan kata-katamu.” Suruhnya. Aku menoleh lalu menatap bola mata cokelatnya.

“Kau yang menyiapkan ini semua?” Tanyaku berbalik.

Greyson mengangguk, kemudian berjalan ke depan dan duduk tepat di atas tikar kecil yang sudah Ia siapkan.

“Ayo, kita sarapan. Keburu siang, loh.” Tawarnya sambil mengoleskan selai di atas lapisan roti tawar miliknya.

Aku melangkah mendekat, kemudian duduk tepat berhadapan dengannya.

“Ini untukmu.” Ujarnya sambil memberiku sebuah roti tawar yang sudah dilapisi selai. Ku terima roti itu tetapi tidak langsung memakannya.

“Mengapa tidak dimakan? Ciel tidak suka?” Tanyanya.

Aku langsung menggeleng mantap. “Tidak! Bukan itu Greyson.” Sangkalku.

“Lalu?”

“Aku kira kau liar, tetapi perlakuanmu kali ini...”

“I could be a different person in seconds. Okay?” Potongnya dengan nada sedikit naik.

Aku yang sedari tadi menunduk, menggerakkan kepala ku naik sedikit untuk melihat wajahnya. Untuk memastikan apakah Ia kesal dengan ucapanku tadi.

“I'm sorry.” Ujarku lagi.

Greyson tidak membalas. Hanya terdengar desahan panjangnya yang membuatku sungguh tak enak hati. Mungkin mulai saat ini aku harus berhenti memanggilnya 'liar'.

“Maaf. Aku akan berhenti memanggilmu liar, Greyson.” Ujarku lagi.

Greyson menaruh roti yang sedari tadi Ia makan. Lalu beranjak dan duduk di hamparan rumput hijau yang cukup jauh dari tempatku berada. Ia sempat melihat ke arahku sejenak sebelum membenamkan kepala di antara kedua kakinya, sedangkan kedua tangannya memeluk kakinya erat.

Aku beranjak, dan berjalan mendekatnya. Tetapi langkahku terhenti begitu mendengar sesenggukan darinya.

Greyson menangis?

Aku kembali berjalan perlahan.

“Stop! Dont get closer. I dont wanna see your blue eyes for now.” Pintanya dengan suara yang serak.

Hatiku sempat terenyak mendengar perkataannya. Perkataan itu rasanya seperti sebuah belati yang menusukku tepat di dada. Kau tahu, kan. Pasti perih, sakit, menyedihkan.

“Okay.” Balasku lalu berbalik dan ikut duduk di hamparan rumput hijau walapun jauh darinya.

Ku peluk lututku, lalu melihatnya dari kejauhan. Ia masih ada di posisi yang sama seperti tadi. Aku mendesah, mengakui kesalahanku.
Aku telah menghancurkan rencananya. Seharusnya saat ini kami sedang asik bercanda sambil menikmati sarapan yang sudah Ia siapkan, tetapi aku mengacaukannya bahkan sampai membuatnya tak ingin melihatku.

Aku ikut membenamkan kepala, lalu memejamkan mata. Kejadian saat mata kami pertama kali bertemu di saat matahari terbenam itu terputar, lalu dilanjut kejadian saat Ia muncul di belakangku saat berada di galeri. Wajahnya yang sedang memakan ice cream pun ikut muncul beserta ice cream yang mengotori pinggiran bibirnya. Kemudian saat Ia mengajakku pergi ke tebing dan menghitung mundur matahari terbenam, sampai akhirnya Ia memintaku untuk sebuah pelukan.

Ya Tuhan, kini aku tersenyum mengingat peluk itu.

Pagi tadi, Ia muncul di depan pintu dengan berlutut beserta segelas ice cream yang Ia genggam.

Ah, kejadian itu membuatku tertawa mengingat kekonyolannya.

Lalu saat jemari tangannya mengelus buku-buku jemariku lembut, di saat aku sedang duduk dengan tidak nyamannya.

Kupu-kupu itu kembali datang.

Kemudian beberapa saat yang lalu Ia secara tidak langsung merangkul pinggangku dari belakang yang membuat kupu-kupu itu datang lebih banyak.

Hingga akhirnya kini Ia memintaku untuk menjauh sejenak karena tidak ingin melihatku.

Ia benar.
He could be a different person only in seconds.

Aku mendangak, berniat untuk melihat Greyson. Tetapi begitu melihat ke arah tempatnya duduk tadi, Ia tidak ada.

Greyson, kau kemana?

Aku beranjak. Lalu melihat ke sekeliling. Sunyi, sepi. Aku bahkan bingung mengapa tempat sesejuk ini jarang dikunjungi orang-orang. Padahal taman ini sangat nyaman untuk bersantai.

“Greyson!” Panggilku berteriak. Gemaan suaraku pun terdengar berulang-ulang.

Aku mendesah panjang. Tidak ada balasan dari Greyson.

Apa saking tidak ingin melihatku Ia sampai meninggalkanku di sini sendirian?
Di tempat yang sama sekali tidak ku ketahui ada di mana.

Lagi-lagi aku mendesah, dan menepuk jidadku berkali-kali.

Akhirnya ku putuskan untuk kembali duduk di atas tikar. Tanganku kemudian mengambil sebuah botol berisi biji-bijian yang sepertinya merupakan makanan burung.

Untuk apa Greyson menyiapkan ini?

Ku buka tutup botol itu, dan beberapa detik kemudian banyak burung yang mendekat. Aku terkejut menyaksikan pemandangan di depanku. Maka langsung ku tebar biji-bijian itu ke rumput, dan makin banyak burung yang mendarat. Aku beranjak bangun, lalu masuk ke dalam kerumunan burung yang sedang asik mematuk biji-bijian yang ku tebar.

Mereka mulai mendekatiku jika biji-bijian yang ku tebar mulai habis, maka ku tebar lagi yang membuat mereka langsung berebutan.

Aku terkekeh melihat kelakuan mereka, dan tak lama sebuah sinar blits kamera menerpaku.

Aku menoleh, dan sudah ada Greyson dengan kameranya mengarah padaku. Senyum manis terpampang di wajahnya.



***

No comments:

Post a Comment